Setiap
identitas status yang melekat pada seseorang, setiap keputusan yang dibuat,
setiap tindakan yang dilakukan pasti mengandung resiko. Bahkan hidup sendiri
adalah sebuah resiko yang harus dijalani dan dihadapi. Demikian juga
dengan identitas seksual, baik itu heteroseksual, homoseksual, biseksual
semuanya memiliki resiko yang harus dijalani dan dihadapi.
Berbicara
mengenai homoseksual, resiko yang rentan dihadapi oleh homoseksual, dapat
dilihat dari dua sudut pandang yaitu berdasarkan: sumber resiko & jenis
resiko.
1. Sumber Resiko
Berdasarkan sumber
resiko dapat dilihat sumber / asal usul darimana resiko tersebut datang. Maka
resiko yang rentan dihadapi oleh homoseksual dapat dibedakan menjadi dua:
a. Resiko yang harus dihadapi dari lingkungan eksternal
Keberadaan
kaum homoseksual di tengah-tengah masyarakat dan di dalam berinteraksi /
bersosialisasi dengan lingkungan senantiasa dihadapkan pada hukum, norma,
nilai-nilai, dan aturan tertulis maupun tidak tertulis, serta stereotipe yang
berlaku di masyarakat. Misalnya saja hukum negara yang tidak memperbolehkan
terjadinya pernikahan antara sesama jenis kelamin, norma agama yang tidak
memperbolehkan hubungan homoseksual, aturan tidak tertulis yang berlaku di
masyarakat untuk menghindari relasi dengan kaum homoseksual, menutup kesempatan
bagi kaum homoseksual untuk berkarya / bekerja, bersekolah atau pun kesempatan
untuk mendapat pelayanan kesehatan yang sama dengan yang lain.
Situasi
di atas berpotensi menghasilkan reaksi dan perlakuan yang bermacan-macam
dari lingkungan di sekelilingnya. Ada yang bersikap biasa, ada yang memandang
sebelah mata, ada pula yang hingga perlakuan yang tidak menyenangkan
seperti dikucilkan, disisihkan / dijauhi oleh keluarga, teman, dan lingkungan
kerja, serta masyarakat.
Inilah
sekelumit gambaran resiko-resiko yang kerap dihadapi oleh kaum homoseksual
ketika mereka berada di tengah-tengah masyarakat dan menjalin interaksi /
bersosialisasi dengan lingkungannya. Tidak menutup kemungkinan ada kaum
homoseksual yang menghadapi situasi dan respon berbeda dari masyarakat.
Hal ini dikarenakan adanya perbedaan hukum dan budaya yang berlaku antara satu
masyarakat dengan masyarakat lainnya. Dengan demikian sangat mungkin terjadi
kaum homoseksual tertentu di masyakat A dengan budaya dan nilai-nilai tertentu
memiliki resiko perlakuan yang berbeda dengan kaum homoseksual di masyarakat B
dengan budaya dan nilai-nilai yang tidak sama.
b. Resiko yang berasal dari perilaku sendiri / lifestyle
Seorang
homoseksual senantiasa berhadapan dengan adanya realitas gaya hidup tertentu
yang berlaku di kalangan kaum homoseksual. Gaya hidup ini meliputi cara,
perilaku, dan kebiasaan tertentu baik itu dalam mengekspresikan orientasi
seksual, bersosialisasi, maupun menjalani hidup sehari-hari.
Gaya
hidup tertentu pada kaum homoseksual dapat beresiko buruk terhadap kesehatan
fisik maupun mental & emosional, seperti: berganti-ganti pasangan dalam
berhubungan seksual (berhubungan intim); melakukan hubungan seksual yang tidak
aman (tidak menggunakan kondom); melakukan anal sex; minum-minuman
keras & narkoba.
A
study of homosexual men shows that more than 75% of homosexual men admitted to
having sex with more than 100 different males in their lifetime: approximately
15% claimed to have had 100-249 sex partners, 17% claimed 250-499, 15% claimed
500-999 and 28% claimed more than 1,000 lifetime sexual partners. (Bell AP,
Weinberg MS. Homosexualities. New York 19781).
Penelitian
mengenai homoseksual pria menunjukkan bahwa lebih dari 75% pria homoseksual
mengaku telah melakukan hubungan seksual bersama lebih dari 100 pria berbeda
sepanjang hidup mereka: sekitar 15% dari mereka pernah mempunyai 100-249
pasangan seks, 17% mengklaim pernah mempunyai 250-499, 15% pernah mempunyai
500-999, dan 28% mengatakan pernah berhubungan dengan lebih dari 1000 orang
dalam hidup mereka. (Bell AP, Weinberg MS. Homosexualities. New
York 19781).
Promiscuity among
lesbian women is less extreme, but is still higher than among heterosexual
women. Many 'lesbian' women also have sex with men. Lesbian women were more
than 4 times as likely to have had more than 50 lifetime male partners than
heterosexual women. (Fethers K et al. Sexually transmitted infections and risk
behaviours in women who have sex with women. Sexually Transmitted Infections
2000; 76: 345-9.1)
Pada
wanita-wanita lesbian, total jumlah pasangan seks lebih rendah, namun tetap
diatas rata-rata jika dibandingkan wanita heteroseksual. Banyak wanita lesbian
juga berhubungan seks dengan pria. Wanita lesbian 4 kali lebih memungkinkan
untuk mempunyai lebih dari 50 pasangan pria sepanjang hidupnya dibandingkan
wanita heteroseksual. (Fethers K et al. Sexually transmitted infections
and risk behaviours in women who have sex with women. Sexually Transmitted
Infections 2000; 76: 345-9.1)
Gaya hidup demikian
beresiko terhadap terganggunya kesehatan fisik, seperti: STI's (Sexual
Transmitted Infections) / STD's (Sexual Transmitted Diseases)
termasuk HIV-AIDS; dan terganggunya kesehatan mental & emosional, seperti:
kecemasan berlebihan, depresi, merusak / menyakiti diri sendiri, dsb.
2. Jenis Resiko
Berdasarkan jenis resiko, resiko yang rentan dihadapi oleh homoseksual dapat dibedakan menjadi tiga:
a. Resiko sehubungan dengan kesehatan mental dan emosional
LONDON,
September 17, 2008 (LifeSiteNews.com) - A new study in the United Kingdom has
revealed that homosexuals are about 50% more likely to suffer from depression
and engage in substance abuse than the rest of the population, reports
Health24.com2.
London,
17 September 2008 (LifeSiteNews.com) - Sebuah penelitian baru di UK menemukan
bahwa orang-orang homoseksual 50% lebih rentan mengalami depresi dan
menggunakan narkoba jika dibandingkan dengan populasi normal lainnya, laporan Health24.com2.
A
2004 issue of the The British Journal of Psychiatry, published a study of the
high rates of mental illness in gay males, lesbians, and bisexual men and
women. The study surveyed mental health problems faced by gays and bisexuals in
England and Wales between September, 2000 and July, 2002. The survey was of
2,430 gays and bisexuals over the age of 16 years. It found high rates of
planned or actual deliberate self-harm among these groups: 42% of gay males;
43% of lesbians; 49% of bisexual men and women. A similar study published by
the Journal of Consulting and Clinical Psychology (Vo. 71, No. 1, 53-61, 2003)
found the following: Gay men and bisexual men were more likely than
heterosexual males to be diagnosed with at lest one of five mental health
disorders. Lesbian-bisexual women were more likely than heterosexual women to
report mental health-related problems in the year prior to being interviewed.
24% of lesbian, bisexual women were co-morbid for two or more mental disorders
in the previous year3.
The
British Journal of Psychiatry tahun 2004, mengeluarkan sebuah
hasil penelitian mengenai penyakit mental yang tinggi pada pria gay, lesbian,
dan pria & wanita biseksual. Penelitian ini mensurvei penyakit mental yang
dialami oleh orang-orang gay dan biseksual di Inggris dan Wales antara
September 2000 dan July 2002. Survey ini mencakup 2430 orang gay dan biseksual
diatas usia 16 tahun. Penelitian menemukan rata-rata yang tinggi dalam
melakukan perbuatan menyakiti diri sendiri baik yang di rencanakan atau disengaja
di antara group ini: 42% pria gay, 43% lesbian, 49% pria dan wanita biseksual.
Sebuah penelitian yang diterbitkan oleh The Journal of Consulting and
Clinical Psychology menemukan hal sebagai berikut: pria gay dan
biseksual lebih rentan di-diagnosa mengalami sedikitnya 1 dari 5 gangguan
kesehatan mental daripada laki-laki heteroseksual. Wanita lesbian-biseksual
lebih mungkin melaporkan diri mengalami masalah sehubungan dengan gangguan
mental daripada wanita heteroseksual dalam tahun-tahun sebelum mereka di
interview. 24% wanita lesbian dan biseksual mengalami 2 atau lebih gangguan
mental di tahun sebelumnya3.
After
analyzing 25 earlier studies on sexual orientation and mental health,
researchers, in a study published in the medical journal BMC Psychiatry, also
found that the risk of suicide jumped over 200% if an individual had engaged in
a homosexual lifestyle2.
Setelah
menganalisa sekitar 25 penelitian terdahulu mengenai orientasi seksual dan
kesehatan mental, para peneliti mengatakan dalam sebuah jurnal medis BMC
Psychiatry bahwa resiko bunuh diri dapat melambung hingga 200% jika
seseorang terlibat dalam gaya hidup homoseksual2.
Two
extensive studies published in the October 1999 issue of American Medical
Association Archives of General Psychiatry confirmed the existence of a strong
link between homosexuality and suicide, as well as other mental and emotional
problems4.
Dua
penelitian yang dilakukan oleh American Medical Association Archives of
General Psychiatry pada Oktober 1999 menyatakan adanya hubungan yang
kuat antara homoseksualitas dan perilaku bunuh diri, demikian juga dengan
gangguan mental dan emosi lainnya4.
Youth who identify themselves as homosexual, lesbian
and bisexual are four times more likely than their peers to suffer from major
depression; three times more likely to suffer anxiety disorders, four times
more likely to suffer conduct disorders, six times more likely to suffer from
multiple disorders and more than six times more likely to have attempted
suicide4.
Anak
muda yang mengidentifikasi dirinya sebagai homoseksual, lesbian dan biseksual
empat kali lebih mungkin menderita depresi berat, tiga kali lebih mungkin
menderita gangguan kecemasan, empat kali lebih mungkin menderita gangguan
perilaku, enam kali lebih mungkin menderita kombinasi gangguan mental, dan
lebih dari enam kali lebih mungkin melakukan bunuh diri4.
Data-data
penelitian yang dilakukan oleh berbagai sumber diatas membenarkan adanya resiko
gangguan kesehatan mental dan emosional pada homoseksual, seperti: depresi,
gangguan mental, gangguan kecemasan, gangguan perilaku (melakukan
penganiayaan-kekerasan seksual atau fisik / sexual or physical abuse),
menyakiti / melukai diri sendiri, hingga perilaku bunuh diri.
Dinamika penyebab gangguan mental & emosional
Apakah yang
menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan mental dan emosional seperti demikian
pada homoseksual? Terdapat beberapa penjelasan mengenai hal
ini:
*
Tekanan psikologis terhadap penderitaan / kondisi yang tidak menyenangkan,
seperti: homophobia; HIV-AIDS; non HIV STD's seperti: Syphilis, Anal Cancer,
Gonorrhoea, Chlamydia, Herpes, Genital Warts; masalah body image. Tekanan
psikologis dapat membuat seorang homoseksual menjadi stres dan ketika ia tidak
mampu menghadapi stres ini (distress), dirinya menjadi tidak terkendali dan
tidak mampu mengkontrol dirinya sendiri. Dalam situasi demikian orang ini
dikendalikan sepenuhnya oleh emosi-emosi negatif di dalam dirinya seperti:
depresi, kecemasan / ketakutan yang berlebihan, mengasihani diri sendiri,
amarah, iri hati, dsbnya.
* Negative self image
Negative self image
terjadi ketika seseorang memandang dan meyakini dirinya sendiri tidak berharga,
rendah diri (bukan rendah hati loh!), dan tidak berdaya (Internalised
homophobia).
"Negative
self image is views self as socially inept, unappealing, or inferior to
others"
(www.medical-dictionary.com)
The
concept of internalised homophobia depends on the idea that we develop a
negative self-image from the attitudes of others towards our sexuality during
our socialisation5.
Konsep homophobia
internal melihat pada sebuah pemikiran dimana kita membangun self image negatif
akan diri kita sendiri akibat dari perlakuan orang lain terhadap seksualitas
kita selama kita bersosialisasi5.
Negative
self image terbentuk pada seorang homoseksual ketika ia
dihadapkan pada: pengalaman masa lalu yang menyakitkan (ditolak dan dianiaya /
disakiti baik fisik maupun emosional oleh keluarga, teman-teman bermain di masa
kecil, ataupun di sekolah); perlakuan yang tidak menyenangkan dari
masyarakat (homophobia) seperti dengan: memberlakukan stereotipe tertentu
mengenai homoseksual, men-cap atau memberikan label negatif tertentu,
memberikan tekanan / memaksakan nilai-nilai, sikap, atau tindakan tertentu;
serta faktor diskriminatif dalam hal beberapa hal seperti hukum, norma,
nilai-nilai, dan aturan-aturan tertentu
"Homophobia
[...] can cause stress, worry and derpression. It harms our physical and mental
health. It can affect how some of us value ourselves and our future. We might
try to cope with the pressure through drink, drugs, smoking or sex5"
Seorang
homoseksual berkata: "Homophobia dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan
depresi. Hal ini merusak / mengganggu kesehatan fisik dan mental kita. Dan
dapat mempengaruhi bagaimana kita menilai diri sendiri dan masa depan kita.
Kita mungkin akan mencoba mengatasi tekanan tersebut dengan minum-minum,
menggunakan narkoba, merokok atau seks5"
* Terlibat dalam melakukan hubungan seksual (hubungan intim) homoseksual.
In an interview with
Zenit News, Dr. Richard Fitzgibbons, a child and adult psychiatrist in practice
for more than 27 years, said, "Compared to controls who had no homosexual
experience in the 12 months prior to the interviews, males who had any homosexual
contact within that time period were much more likely to experience major
depression, bipolar disorder, panic disorder, agoraphobia and obsessive
compulsive disorder. Females with any homosexual contact within the previous 12
months were more often diagnosed with major depression, social phobia or
alcohol dependence."4
Dalam
sebuah wawancara dengan Zenith News, Dr. Richard Fitzgibbons, seorang psikiater
anak kecil dan dewasa yang sudah berpraktek lebih dari 27 tahun mengatakan:
"Dibandingkan dengan sampel kontrol yang tidak pernah mengalami pengalaman
homoseksual dalam jangka waktu 12 bulan sebelum interview, pria yang pernah
mempunyai pengalaman kontak / hubungan homoseksual apapun dalam periode
tersebut lebih mungkin merasakan depresi berat, bipolar disorder, panic
disorder, agoraphobia, dan OCD. Wanita dengan pengalaman kontak / hubungan
homoseksual dalam jangka waktu 12 bulan terakhir lebih sering di diagnosa
mengalami depresi berat, phobia sosial atau ketergantungan alkohol." 4
He
concluded by saying, "Men and women with a history of homosexual contact
had a higher prevalence of nearly all psychiatric disorders measured in the
study. These findings are the result of a lifestyle marked by rampant
promiscuity and an inability to make commitments, combined with unresolved
sadness, profound insecurity, anger and mistrust from childhood and
adolescence."4
Dia
menyimpulkan dengan berkata, "Pria dan wanita dengan sejarah hubungan
homoseksual lebih sering mengalami hampir semua gangguan psikiatri yang diukur
dalam penelitian tersebut. Penemuan ini adalah hasil dari gaya hidup yang
ditandai oleh kebiasaan melakukan hubungan seks yang sembarangan dan
ketidakmampuan untuk melakukan komitmen, dikombinasikan dengan kesedihan,
perasaan tidak aman yang amat sangat, amarah dan masalah ketidakpercayaan
semenjak masa kecil dan remaja yang belum terselesaikan." 4
Persepsi
dan sikap seorang homoseksual terhadap hubungan seksual yang dilakukan memiliki
konsekuensi terhadap kesehatan mental dan emosionalnya. Ketika ia menaruh
persepsi dan sikap negatif terhadap hubungan seksual yang dilakukannya maka
perasaan-perasaan tidak menyenangkan akan hadir dalam dirinya dan
mengganggunya.
Persepsi
dan sikap negatif ini bisa berwujud guilt (perasaan bersalah), fear (ketakutan), shame (rasa
malu) karena keyakinan bahwa hubungan seksual yang dilakukannya tersebut
tidaklah baik, keyakinan bahwa hubungan seksual yang dilakukannya bukanlah atas
kehendak bebasnya sendiri, keyakinan bahwa hubungan seksual yang dilakukannya tidak
membawanya pada apapun, tidak memberikan sesuatu yang berarti, atau tidak akan
ada ujungnya, menjadikan hubungan seksual sebagai sebuah pelarian atau
pelampiasan atas emosi-emosi negatif yang dirasakannya, dsbnya. Akibatnya,
setiap habis mengecap kenikmatan sesaat, dirinya malah terluka oleh rasa tidak
berguna, rasa kesepian yang dalam, kehampaan, rasa bersalah, rasa berdosa, dsb.
Akhirnya
terbentuk mata rantai yang patologis (tidak sehat), melakukan hubungan seksual
kemudian merasa terluka, akhirnya menyakiti diri sendiri lantas mencari
pleasure / hal-hal yang dapat menyenangkan dirinya (mengobati dari rasa sakit)
dengan melakukan hubungan seksual lagi dan kemudian berulang lagi dan
demikianlah seterusnya.
Menurut
Sanderson (www.lesbianinformationservice.org 1995), dampak-dampak dari staying
in the closet / coming out bagi homoseksual khususnya wanita lesbian,
adalah7:
a.
Penghindaran intimasi khususnya dari orang-orang terdekat, serta menempatkan
ketegangan dalam hubungannya dengan pasangan. Sebaliknya semakin terbuka
individu tentang orientasi seksualnya, maka semakin sempurna individu tersebut
dan menjadi lebih sehat, baik secara fisik maupun emosional.
b.
Menyebabkan depresi, ketergantungan terhadap alkohol, drug abuse, bunuh diri
dan perilaku lain yang menyakiti diri sendiri.
Coming out adalah
proses dari penemuan atau penerimaan diri sendiri dan pemberitahuan tentang
orientasi lesbian atau gay (homoseksual) seorang individu kepada orang lain7.
b. Resiko sehubungan dengan kesehatan fisik / biologis
Perilaku
seksual tertentu dapat beresiko mengganggu kesehatan fisik / biologis pada kaum
homoseksual. Seperti: melakukan hubungan seksual bebas / berganti-ganti
pasangan bahkan dengan orang yang tidak dikenal; melakukan hubungan seksual
yang tidak aman seperti: tidak menggunakan kondom dan tidak mengetahui diagnosa
/ status kesehatan seksual (HIV-AIDS, penyakit kelamin) pasangan main; dan
melakukan anal sex adalah perilaku-perilaku seksual yang beresiko besar
mengganggu kesehatan fisik / biologis kaum homoseksual.
Dr.
Xiridou was studying the spread of HIV among homosexuals in The Netherlands and
found that HIV was spread more rapidly among homosexual couples who considered
themselves to be in "steady" relationships. These couples failed to
engage in "safe sex" and were involved in 6-10 additional sexual
encounters outside of the primary relationship each year. Those who considered
their sexual relationships "casual" engaged in 16-28 sexual
encounters outside of the primary relationship each year. (AIDS,17:1029-1038,
2003)3
Dr.
Xiridou melakukan penelitian mengenai penyebaran HIV di antara homoseksual di
Belanda dan menemukan bahwa penyebaran HIV lebih cepat diantara pasangan
homoseksual yang menganggap mereka menjalani "steady" relationship /
hubungan yang "tetap". Pasangan-pasangan ini gagal untuk melibatkan
diri dalam perilaku seks yang aman / "safe sex" dan terlibat dalam
6-10 hubungan seksual tambahan diluar dari hubungan dengan pasangan utama
mereka setiap tahunnya. Sementara mereka yang menganggap hubungan seksual
mereka adalah "casual" terlibat dalam 16-28 hubungan seksual diluar
dari dari hubungan dengan pasangan utama mereka setiap tahunnya.
(AIDS,17:1029-1038, 2003)3
British health
officials in 2004 also expressed concern about homosexuals who use the internet
to locate sex orgies, where HIV-infected and non-infected homosexuals engage in
unprotected sex3.
Pejabat
kesehatan British, UK pada tahun 2004 juga menyatakan keprihatinannya terhadap
para homoseksual yang menggunakan Internet untuk mencari pesta seks, dimana
para homoseksual yang terjangkit HIV dan yang tidak bersama-sama ikut terlibat
dalam melakukan hubungan seks tanpa pengaman3.
"An
epidemiological study" from Vancouver, Canada of data tabulated between
1987 and 1992 for AIDS-related deaths reveals that male homosexual or bisexual
practitioners lost up to 20 years of life expectancy. The study concluded that
if 3 percent of the population studied were gay or bisexual, the probability of
a 20-year-old gay or bisexual man living to 65 years was only 32 percent,
compared to 78 percent for men in general. The damaging effects of cigarette
smoking pale in comparison-cigarette smokers lose on average about 13.5 years
of life expectancy3.
"Sebuah
penelitan epidemiologi" dari Vancouver, Canada mentabulasikan data antara
tahun 1987 dan 1992 terkait kematian yang disebabkan oleh AIDS dan menemukan
bahwa pria homoseksual atau biseksual kehilangan waktu hidup hingga 20 tahun
dari perkiraan usia hidupnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa jika 3% dari populasi
yang diteliti adalah gay atau biseksual, maka probabilitas / peluang dari
seorang pria gay atau biseksual yang berumur 20 tahun untuk dapat hidup sampai
dengan usia 65 tahun adalah 32%, dibandingkan dengan 78% pada pria lainnya
secara umum. Dampak buruk / merusak dari merokok jika diperbandingkan - perokok
kehilangan waktu hidup rata-rata sekitar 13.5 tahun dari perkiran usia hidupnya3.
Resiko-resiko gangguan kesehatan yang dapat dialami dari perilaku seksual tidak sehat tersebut adalah sebagai berikut:
* HIV-AIDS
A 1997 New York Times
article reported that a young male homosexual has about a 50 percent chance of
getting HIV by middle age. (Sheryl Gay Stolberg, "Gay Culture Weighs Sense
and Sexuality," New York Times (Late edition, east coast), November 23,
1997, section 4, p.1)4
Pada
tahun 1197, koran New York Times memuat artikel yang berisi bahwa seorang pria
homoseksual mempunyai peluang 50% untuk terjangkit HIV pada usia pertengahan. (Sheryl
Gay Stolberg, "Gay Culture Weighs Sense and Sexuality," New York
Times (Late edition, east coast), November 23, 1997, section 4, p.1)4
As
of 1998, 54 percent of all AIDS cases in America were homosexual men and
according to the Center for Disease Control (CDC) nearly 90 percent of these
men acquired HIV through sexual activity with other men. (Centers for Disease
Control and Prevention, 1998, June, HIV/AIDS Surveillance Report 10 (1)4).
Pada
tahun 1998, 54% dari semua kasus AIDS di Amerika Serikat adalah pria
homoseksual dan menurut Center for Disease Control (CDC), 90% dari pria ini
terjangkit HIV melalui akitivitas seks bersama pria lain. (Centers for
Disease Control and Prevention, 1998, June, HIV/AIDS Surveillance Report 10 (1)4).
Even
more alarming, the Center for Disease Control & Prevention reported in 1998
that an estimated half of all new HIV infections in the United States are among
people under 25. Among 13-to 24-year-olds, 52 percent of all AIDS cases
reported among males in 1997 were among young men who have sex with men. (CDC
Fact Sheet: "Young People at Risk," Center for Disease Control &
Prevention, National Center for HIV, STD and TB Prevention Division of HIV/AIDS
Prevention, July 24, 19984)
Bahkan
yang lebih mencengangkan, CDC melaporkan pada tahun 1998 sekitar setengah
dari seluruh kasus infeksi HIV terbaru di AS terjadi diantara orang-orang
berusia dibawah 25 tahun. Diantara orang -orang berusia 13-24 tahun ini, 52%
dari seluruh kasus AIDS pria yang tercatat pada tahun 1997 merupakan pria muda
yang melakukan hubungan seksual dengan sesama pria. (CDC Fact Sheet:
"Young People at Risk," Center for Disease Control & Prevention,
National Center for HIV, STD and TB Prevention Division of HIV/AIDS Prevention,
July 24, 19984)
In
November, 2003, the CDC stated that HIV infection rates had risen in 29 states.
There are an estimated 40,000 new HIV infections yearly with 70% of these being
among men. Of those men who are infected, 60% are infected through homosexual
sex; 25% through IV drug abuse; and 15% through heterosexual sex3.
Pada
bulan November 2003, CDC mengatakan bahwa trend infeksi HIV naik di 29 negara
bagian. Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 40.000 orang pengidap HIV baru,
dan 70% diantaranya adalah pria. Dari pria yang terjangkit ini, 60%
diantaranya terinfeksi melalui hubungan homoseksual, 25% melalui narkoba, dan
15% melalui hubungan heteroseksual3.
In
April, 2005, the CDC released results of a study of 5,600 gay and bisexual men
on their sex habits and attitudes about being tested for HIV. Ten percent of
those surveyed were HIV positive. The CDC discovered that among those who were
HIV positive, 77% were unaware that they were infected and 50% had engaged in
unprotected sex during the previous six months3.
Pada
April 2005, CDC mengeluarkan hasil penelitian terhadap 5.600 pria gay dan
biseksual mengenai kebiasaan seks dan sikap mereka sewaktu dilakukan tes HIV.
10% dari orang yang disurvey terjangkit HIV positif. CDC menemukan bahwa di
antara mereka yang terjangkit HIV positif, 77% tidak mengetahui bawah mereka
terinfeksi dan 50% terlibat dalam hubungan seks tanpa pengaman dalam waktu 6
bulan terakhir3.
Sementara
menurut data WHO, di Asia jumlah penderita HIV meningkat lebih dari
150%. Indonesia termasuk negara dengan pertumbuhan epidemik HIV tercepat.
Menurut data KPA (Komisi Penanggulangan AIDS), di Indonesia sampai dengan 30
September 2007 jumlah kasus AIDS secara kumulatif yang dilaporkan mencapai :
10384 kasus. Pencapaian ini diperoleh berdasarkan laporan dari 32
provinsi atau 186 kabupaten / kota . Cara penularan kasus AIDS kumulatif
dilaporkan melalui: IDU (Injecting Drug User) 49,5%, Heteroseksual 42%,
dan Homoseksual 4%6.
sumber : http://www.e-psikologi.com/artikel/klinis/resiko-yang-rentan-dihadapi-oleh-homoseksual