Halaman

Senin, 04 Mei 2015

Kesehatan mental : HOMOSEKSUAL

Setiap identitas status yang melekat pada seseorang, setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang dilakukan pasti mengandung resiko. Bahkan hidup sendiri adalah sebuah resiko  yang harus dijalani dan dihadapi. Demikian juga dengan identitas seksual, baik itu heteroseksual, homoseksual, biseksual semuanya memiliki resiko yang harus dijalani dan dihadapi. 

Berbicara mengenai homoseksual, resiko yang rentan dihadapi oleh homoseksual, dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu berdasarkan: sumber resiko & jenis resiko.

1.    Sumber Resiko
Berdasarkan sumber resiko dapat dilihat sumber / asal usul darimana resiko tersebut datang. Maka resiko yang rentan dihadapi oleh homoseksual dapat dibedakan menjadi dua:

a.    Resiko yang harus dihadapi dari lingkungan eksternal

Keberadaan kaum homoseksual di tengah-tengah masyarakat dan di dalam berinteraksi / bersosialisasi dengan lingkungan senantiasa dihadapkan pada hukum, norma, nilai-nilai, dan aturan tertulis maupun tidak tertulis, serta stereotipe yang berlaku di masyarakat. Misalnya saja hukum negara yang tidak memperbolehkan terjadinya pernikahan antara sesama jenis kelamin, norma agama yang tidak memperbolehkan hubungan homoseksual, aturan tidak tertulis yang berlaku di masyarakat untuk menghindari relasi dengan kaum homoseksual, menutup kesempatan bagi kaum homoseksual untuk berkarya / bekerja, bersekolah atau pun kesempatan untuk mendapat pelayanan kesehatan yang sama dengan yang lain.

Situasi di atas  berpotensi menghasilkan reaksi dan perlakuan yang bermacan-macam dari lingkungan di sekelilingnya. Ada yang bersikap biasa, ada yang memandang sebelah mata, ada pula yang  hingga perlakuan yang tidak menyenangkan seperti dikucilkan, disisihkan / dijauhi oleh keluarga, teman, dan lingkungan kerja, serta masyarakat. 

Inilah sekelumit gambaran resiko-resiko yang kerap dihadapi oleh kaum homoseksual ketika mereka berada di tengah-tengah masyarakat dan menjalin interaksi / bersosialisasi dengan lingkungannya. Tidak menutup kemungkinan ada kaum homoseksual yang menghadapi situasi dan respon berbeda dari masyarakat.  Hal ini dikarenakan adanya perbedaan hukum dan budaya yang berlaku antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Dengan demikian sangat mungkin terjadi kaum homoseksual tertentu di masyakat A dengan budaya dan nilai-nilai tertentu memiliki resiko perlakuan yang berbeda dengan kaum homoseksual di masyarakat B dengan budaya dan nilai-nilai yang tidak sama. 

b.    Resiko yang berasal dari perilaku sendiri / lifestyle 

Seorang homoseksual senantiasa berhadapan dengan adanya realitas gaya hidup tertentu yang berlaku di kalangan kaum homoseksual. Gaya hidup ini meliputi cara, perilaku, dan kebiasaan tertentu baik itu dalam mengekspresikan orientasi seksual, bersosialisasi, maupun menjalani hidup sehari-hari. 

Gaya hidup tertentu pada kaum homoseksual dapat beresiko buruk terhadap kesehatan fisik maupun mental & emosional, seperti: berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual (berhubungan intim); melakukan hubungan seksual yang tidak aman (tidak menggunakan kondom); melakukan anal sex; minum-minuman keras & narkoba. 

A study of homosexual men shows that more than 75% of homosexual men admitted to having sex with more than 100 different males in their lifetime: approximately 15% claimed to have had 100-249 sex partners, 17% claimed 250-499, 15% claimed 500-999 and 28% claimed more than 1,000 lifetime sexual partners. (Bell AP, Weinberg MS. Homosexualities. New York 19781).

Penelitian mengenai homoseksual pria menunjukkan bahwa lebih dari 75% pria homoseksual mengaku telah melakukan hubungan seksual bersama lebih dari 100 pria berbeda sepanjang hidup mereka: sekitar 15% dari mereka pernah mempunyai 100-249 pasangan seks, 17% mengklaim pernah mempunyai 250-499, 15% pernah mempunyai 500-999, dan 28% mengatakan pernah berhubungan dengan lebih dari 1000 orang dalam hidup  mereka. (Bell AP, Weinberg MS. Homosexualities. New York 19781).

Promiscuity among lesbian women is less extreme, but is still higher than among heterosexual women. Many 'lesbian' women also have sex with men. Lesbian women were more than 4 times as likely to have had more than 50 lifetime male partners than heterosexual women. (Fethers K et al. Sexually transmitted infections and risk behaviours in women who have sex with women. Sexually Transmitted Infections 2000; 76: 345-9.1)

Pada wanita-wanita lesbian, total jumlah pasangan seks lebih rendah, namun tetap diatas rata-rata jika dibandingkan wanita heteroseksual. Banyak wanita lesbian juga berhubungan seks dengan pria. Wanita lesbian 4 kali lebih memungkinkan untuk mempunyai lebih dari 50 pasangan pria sepanjang hidupnya dibandingkan wanita heteroseksual. (Fethers K et al. Sexually transmitted infections and risk behaviours in women who have sex with women. Sexually Transmitted Infections 2000; 76: 345-9.1)

Gaya hidup demikian beresiko terhadap terganggunya kesehatan fisik, seperti: STI's (Sexual Transmitted Infections) / STD's (Sexual Transmitted Diseases) termasuk HIV-AIDS; dan terganggunya kesehatan mental & emosional, seperti: kecemasan berlebihan, depresi, merusak / menyakiti diri sendiri, dsb.

2.    Jenis Resiko

Berdasarkan jenis resiko, resiko yang rentan dihadapi oleh homoseksual dapat dibedakan menjadi tiga:

a.    Resiko sehubungan dengan kesehatan mental dan emosional


LONDON, September 17, 2008 (LifeSiteNews.com) - A new study in the United Kingdom has revealed that homosexuals are about 50% more likely to suffer from depression and engage in substance abuse than the rest of the population, reports Health24.com2.

London, 17 September 2008 (LifeSiteNews.com) - Sebuah penelitian baru di UK menemukan bahwa orang-orang homoseksual 50% lebih rentan mengalami depresi dan menggunakan narkoba jika dibandingkan dengan populasi normal lainnya, laporan Health24.com2.

A 2004 issue of the The British Journal of Psychiatry, published a study of the high rates of mental illness in gay males, lesbians, and bisexual men and women. The study surveyed mental health problems faced by gays and bisexuals in England and Wales between September, 2000 and July, 2002. The survey was of 2,430 gays and bisexuals over the age of 16 years. It found high rates of planned or actual deliberate self-harm among these groups: 42% of gay males; 43% of lesbians; 49% of bisexual men and women. A similar study published by the Journal of Consulting and Clinical Psychology (Vo. 71, No. 1, 53-61, 2003) found the following: Gay men and bisexual men were more likely than heterosexual males to be diagnosed with at lest one of five mental health disorders. Lesbian-bisexual women were more likely than heterosexual women to report mental health-related problems in the year prior to being interviewed. 24% of lesbian, bisexual women were co-morbid for two or more mental disorders in the previous year3.

The British Journal of Psychiatry tahun 2004, mengeluarkan sebuah hasil penelitian mengenai penyakit mental yang tinggi pada pria gay, lesbian, dan pria & wanita biseksual. Penelitian ini mensurvei penyakit mental yang dialami oleh orang-orang gay dan biseksual di Inggris dan Wales antara September 2000 dan July 2002. Survey ini mencakup 2430 orang gay dan biseksual diatas usia 16 tahun. Penelitian menemukan rata-rata yang tinggi dalam melakukan perbuatan menyakiti diri sendiri baik yang di rencanakan atau disengaja di antara group ini: 42% pria gay, 43% lesbian, 49% pria dan wanita biseksual. Sebuah penelitian yang diterbitkan oleh The Journal of Consulting and Clinical Psychology menemukan hal sebagai berikut: pria gay dan biseksual lebih rentan di-diagnosa mengalami sedikitnya 1 dari 5 gangguan kesehatan mental daripada laki-laki heteroseksual. Wanita lesbian-biseksual lebih mungkin melaporkan diri mengalami masalah sehubungan dengan gangguan mental  daripada wanita heteroseksual dalam tahun-tahun sebelum mereka di interview. 24% wanita lesbian dan biseksual mengalami 2 atau lebih gangguan mental di tahun sebelumnya3.

After analyzing 25 earlier studies on sexual orientation and mental health, researchers, in a study published in the medical journal BMC Psychiatry, also found that the risk of suicide jumped over 200% if an individual had engaged in a homosexual lifestyle2.  

Setelah menganalisa sekitar 25 penelitian terdahulu mengenai orientasi seksual dan kesehatan mental, para peneliti mengatakan dalam sebuah jurnal medis BMC Psychiatry bahwa resiko bunuh diri dapat melambung hingga 200% jika seseorang terlibat dalam gaya hidup homoseksual2

Two extensive studies published in the October 1999 issue of American Medical Association Archives of General Psychiatry confirmed the existence of a strong link between homosexuality and suicide, as well as other mental and emotional problems4

Dua penelitian yang dilakukan oleh American Medical Association Archives of General Psychiatry pada Oktober 1999 menyatakan adanya hubungan yang kuat antara homoseksualitas dan perilaku bunuh diri, demikian juga dengan gangguan mental dan emosi lainnya4.

Youth who identify themselves as homosexual, lesbian and bisexual are four times more likely than their peers to suffer from major depression; three times more likely to suffer anxiety disorders, four times more likely to suffer conduct disorders, six times more likely to suffer from multiple disorders and more than six times more likely to have attempted suicide4

Anak muda yang mengidentifikasi dirinya sebagai homoseksual, lesbian dan biseksual empat kali lebih mungkin menderita depresi berat, tiga kali lebih mungkin menderita gangguan kecemasan, empat kali lebih mungkin menderita gangguan perilaku, enam kali lebih mungkin menderita kombinasi gangguan mental, dan lebih dari enam kali lebih mungkin melakukan bunuh diri4.

Data-data penelitian yang dilakukan oleh berbagai sumber diatas membenarkan adanya resiko gangguan kesehatan mental dan emosional pada homoseksual, seperti: depresi, gangguan mental, gangguan kecemasan, gangguan perilaku (melakukan penganiayaan-kekerasan seksual atau fisik / sexual or physical abuse), menyakiti / melukai diri sendiri, hingga perilaku bunuh diri. 
 

Dinamika penyebab gangguan mental & emosional
Apakah yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan mental dan emosional seperti demikian pada homoseksual? Terdapat beberapa penjelasan mengenai hal ini:    

*    Tekanan psikologis terhadap penderitaan / kondisi yang tidak menyenangkan, seperti: homophobia; HIV-AIDS; non HIV STD's seperti: Syphilis, Anal Cancer, Gonorrhoea, Chlamydia, Herpes, Genital Warts; masalah body image. Tekanan psikologis dapat membuat seorang homoseksual menjadi stres dan ketika ia tidak mampu menghadapi stres ini (distress), dirinya menjadi tidak terkendali dan tidak mampu mengkontrol dirinya sendiri. Dalam situasi demikian orang ini dikendalikan sepenuhnya oleh emosi-emosi negatif di dalam dirinya seperti: depresi, kecemasan / ketakutan yang berlebihan,  mengasihani diri sendiri, amarah, iri hati, dsbnya.

*    Negative self image
Negative self image terjadi ketika seseorang memandang dan meyakini dirinya sendiri tidak berharga, rendah diri (bukan rendah hati loh!), dan tidak berdaya (Internalised homophobia).

"Negative self image is views self as socially inept, unappealing, or inferior to others" 
                                                                                                    (www.medical-dictionary.com)

The concept of internalised homophobia depends on the idea that we develop a negative self-image from the attitudes of others towards our sexuality during our socialisation5.

Konsep homophobia internal melihat pada sebuah pemikiran dimana kita membangun self image negatif akan diri kita sendiri akibat dari perlakuan orang lain terhadap seksualitas kita selama kita bersosialisasi5.

Negative self image terbentuk pada seorang homoseksual ketika ia dihadapkan pada: pengalaman masa lalu yang menyakitkan (ditolak dan dianiaya / disakiti baik fisik maupun emosional oleh keluarga, teman-teman bermain di masa kecil, ataupun di sekolah);  perlakuan yang tidak menyenangkan dari masyarakat (homophobia) seperti dengan: memberlakukan stereotipe tertentu mengenai homoseksual, men-cap atau memberikan label negatif tertentu, memberikan tekanan / memaksakan nilai-nilai, sikap, atau tindakan tertentu; serta faktor diskriminatif dalam hal beberapa hal seperti hukum, norma, nilai-nilai, dan aturan-aturan tertentu 

"Homophobia [...] can cause stress, worry and derpression. It harms our physical and mental health. It can affect how some of us value ourselves and our future. We might try to cope with the pressure through drink, drugs, smoking or sex5"

Seorang homoseksual berkata: "Homophobia dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan depresi. Hal ini merusak / mengganggu kesehatan fisik dan mental kita. Dan dapat mempengaruhi bagaimana kita menilai diri sendiri dan masa depan kita. Kita mungkin akan mencoba mengatasi tekanan tersebut dengan minum-minum, menggunakan narkoba, merokok atau seks5"

*    Terlibat dalam melakukan hubungan seksual (hubungan intim) homoseksual.
In an interview with Zenit News, Dr. Richard Fitzgibbons, a child and adult psychiatrist in practice for more than 27 years, said, "Compared to controls who had no homosexual experience in the 12 months prior to the interviews, males who had any homosexual contact within that time period were much more likely to experience major depression, bipolar disorder, panic disorder, agoraphobia and obsessive compulsive disorder. Females with any homosexual contact within the previous 12 months were more often diagnosed with major depression, social phobia or alcohol dependence."

Dalam sebuah wawancara dengan Zenith News, Dr. Richard Fitzgibbons, seorang psikiater anak kecil dan dewasa yang sudah berpraktek lebih dari 27 tahun mengatakan: "Dibandingkan dengan sampel kontrol yang tidak pernah mengalami pengalaman homoseksual dalam jangka waktu 12 bulan sebelum interview, pria yang pernah mempunyai pengalaman kontak / hubungan homoseksual apapun dalam periode tersebut lebih mungkin merasakan depresi berat, bipolar disorder, panic disorder, agoraphobia, dan OCD. Wanita dengan pengalaman kontak / hubungan homoseksual dalam jangka waktu 12 bulan terakhir lebih sering di diagnosa mengalami depresi berat, phobia sosial atau ketergantungan alkohol." 4

He concluded by saying, "Men and women with a history of homosexual contact had a higher prevalence of nearly all psychiatric disorders measured in the study. These findings are the result of a lifestyle marked by rampant promiscuity and an inability to make commitments, combined with unresolved sadness, profound insecurity, anger and mistrust from childhood and adolescence."4 

Dia menyimpulkan dengan berkata, "Pria dan wanita dengan sejarah hubungan homoseksual lebih sering mengalami hampir semua gangguan psikiatri yang diukur dalam penelitian tersebut. Penemuan ini adalah hasil dari gaya hidup yang ditandai oleh kebiasaan melakukan hubungan seks yang sembarangan dan ketidakmampuan untuk melakukan komitmen, dikombinasikan dengan kesedihan, perasaan tidak aman yang amat sangat, amarah dan masalah ketidakpercayaan semenjak masa kecil dan remaja yang belum terselesaikan." 4

Persepsi dan sikap seorang homoseksual terhadap hubungan seksual yang dilakukan memiliki konsekuensi terhadap kesehatan mental dan emosionalnya. Ketika ia menaruh persepsi dan sikap negatif terhadap hubungan seksual yang dilakukannya maka perasaan-perasaan tidak menyenangkan akan hadir dalam dirinya dan mengganggunya. 

Persepsi dan sikap negatif ini bisa berwujud guilt (perasaan bersalah), fear (ketakutan), shame (rasa malu) karena keyakinan bahwa hubungan seksual yang dilakukannya tersebut tidaklah baik, keyakinan bahwa hubungan seksual yang dilakukannya bukanlah atas kehendak bebasnya sendiri, keyakinan bahwa hubungan seksual yang dilakukannya tidak membawanya pada apapun, tidak memberikan sesuatu yang berarti, atau tidak akan ada ujungnya, menjadikan hubungan seksual sebagai sebuah pelarian atau pelampiasan atas emosi-emosi negatif yang dirasakannya, dsbnya. Akibatnya, setiap habis mengecap kenikmatan sesaat, dirinya malah terluka oleh rasa tidak berguna, rasa kesepian yang dalam, kehampaan, rasa bersalah, rasa berdosa, dsb.

Akhirnya terbentuk mata rantai yang patologis (tidak sehat), melakukan hubungan seksual kemudian merasa terluka, akhirnya menyakiti diri sendiri lantas mencari pleasure / hal-hal yang dapat menyenangkan dirinya (mengobati dari rasa sakit) dengan melakukan hubungan seksual lagi dan kemudian berulang lagi dan demikianlah seterusnya.

Menurut Sanderson (www.lesbianinformationservice.org 1995), dampak-dampak dari staying in the closet / coming out bagi homoseksual khususnya wanita lesbian, adalah7:

a.    Penghindaran intimasi khususnya dari orang-orang terdekat, serta menempatkan ketegangan dalam  hubungannya dengan pasangan. Sebaliknya semakin terbuka individu tentang orientasi seksualnya, maka semakin sempurna individu tersebut dan menjadi lebih sehat, baik secara fisik maupun emosional.

b.    Menyebabkan depresi, ketergantungan terhadap alkohol, drug abuse, bunuh diri dan perilaku lain yang menyakiti diri sendiri.

Coming out adalah proses dari penemuan atau penerimaan diri sendiri dan pemberitahuan tentang orientasi lesbian atau gay (homoseksual) seorang individu kepada orang lain7.


b.    Resiko sehubungan dengan kesehatan fisik / biologis

Perilaku seksual tertentu dapat beresiko mengganggu kesehatan fisik / biologis pada kaum homoseksual. Seperti: melakukan hubungan seksual bebas / berganti-ganti pasangan bahkan dengan orang yang tidak dikenal; melakukan hubungan seksual yang tidak aman seperti: tidak menggunakan kondom dan tidak mengetahui diagnosa / status kesehatan seksual (HIV-AIDS, penyakit kelamin) pasangan main; dan melakukan anal sex adalah perilaku-perilaku seksual yang beresiko besar mengganggu kesehatan fisik / biologis kaum homoseksual. 

Dr. Xiridou was studying the spread of HIV among homosexuals in The Netherlands and found that HIV was spread more rapidly among homosexual couples who considered themselves to be in "steady" relationships. These couples failed to engage in "safe sex" and were involved in 6-10 additional sexual encounters outside of the primary relationship each year. Those who considered their sexual relationships "casual" engaged in 16-28 sexual encounters outside of the primary relationship each year. (AIDS,17:1029-1038, 2003)3

Dr. Xiridou melakukan penelitian mengenai penyebaran HIV di antara homoseksual di Belanda dan menemukan bahwa penyebaran HIV lebih cepat diantara pasangan homoseksual yang menganggap mereka menjalani "steady" relationship / hubungan yang "tetap". Pasangan-pasangan ini gagal untuk melibatkan diri dalam perilaku seks yang aman / "safe sex" dan terlibat dalam 6-10 hubungan seksual tambahan diluar dari hubungan dengan pasangan utama mereka setiap tahunnya. Sementara mereka yang menganggap hubungan seksual mereka adalah "casual" terlibat dalam 16-28 hubungan seksual diluar dari dari hubungan dengan pasangan utama mereka setiap tahunnya. (AIDS,17:1029-1038, 2003)3

British health officials in 2004 also expressed concern about homosexuals who use the internet to locate sex orgies, where HIV-infected and non-infected homosexuals engage in unprotected sex3.

Pejabat kesehatan British, UK pada tahun 2004 juga menyatakan keprihatinannya terhadap para homoseksual yang menggunakan Internet untuk mencari pesta seks, dimana para homoseksual yang terjangkit HIV dan yang tidak bersama-sama ikut terlibat dalam melakukan hubungan seks tanpa pengaman3.

"An epidemiological study" from Vancouver, Canada of data tabulated between 1987 and 1992 for AIDS-related deaths reveals that male homosexual or bisexual practitioners lost up to 20 years of life expectancy. The study concluded that if 3 percent of the population studied were gay or bisexual, the probability of a 20-year-old gay or bisexual man living to 65 years was only 32 percent, compared to 78 percent for men in general. The damaging effects of cigarette smoking pale in comparison-cigarette smokers lose on average about 13.5 years of life expectancy3.

"Sebuah penelitan epidemiologi" dari Vancouver, Canada mentabulasikan data antara tahun 1987 dan 1992 terkait kematian yang disebabkan oleh AIDS dan menemukan bahwa pria homoseksual atau biseksual kehilangan waktu hidup hingga 20 tahun dari perkiraan usia hidupnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa jika 3% dari populasi yang diteliti adalah gay atau biseksual, maka probabilitas / peluang dari seorang pria gay atau biseksual yang berumur 20 tahun untuk dapat hidup sampai dengan usia 65 tahun adalah 32%, dibandingkan dengan 78% pada pria lainnya secara umum. Dampak buruk / merusak dari merokok jika diperbandingkan - perokok kehilangan waktu hidup rata-rata sekitar 13.5 tahun dari perkiran usia hidupnya3.

Resiko-resiko gangguan kesehatan yang dapat dialami dari perilaku seksual tidak sehat tersebut adalah sebagai berikut:

*    HIV-AIDS
A 1997 New York Times article reported that a young male homosexual has about a 50 percent chance of getting HIV by middle age. (Sheryl Gay Stolberg, "Gay Culture Weighs Sense and Sexuality," New York Times (Late edition, east coast), November 23, 1997, section 4, p.1)4 

Pada tahun 1197, koran New York Times memuat artikel yang berisi bahwa seorang pria homoseksual mempunyai peluang 50% untuk terjangkit HIV pada usia pertengahan. (Sheryl Gay Stolberg, "Gay Culture Weighs Sense and Sexuality," New York Times (Late edition, east coast), November 23, 1997, section 4, p.1)4 

As of 1998, 54 percent of all AIDS cases in America were homosexual men and according to the Center for Disease Control (CDC) nearly 90 percent of these men acquired HIV through sexual activity with other men. (Centers for Disease Control and Prevention, 1998, June, HIV/AIDS Surveillance Report 10 (1)4). 

Pada tahun 1998, 54% dari semua kasus AIDS di Amerika Serikat adalah pria homoseksual dan menurut Center for Disease Control (CDC), 90% dari pria ini terjangkit HIV melalui akitivitas seks bersama pria lain. (Centers for Disease Control and Prevention, 1998, June, HIV/AIDS Surveillance Report 10 (1)4). 

Even more alarming, the Center for Disease Control & Prevention reported in 1998 that an estimated half of all new HIV infections in the United States are among people under 25. Among 13-to 24-year-olds, 52 percent of all AIDS cases reported among males in 1997 were among young men who have sex with men. (CDC Fact Sheet: "Young People at Risk," Center for Disease Control & Prevention, National Center for HIV, STD and TB Prevention Division of HIV/AIDS Prevention, July 24, 19984

Bahkan yang lebih mencengangkan, CDC melaporkan pada tahun 1998  sekitar setengah dari seluruh kasus infeksi HIV terbaru di AS terjadi diantara orang-orang berusia dibawah 25 tahun. Diantara orang -orang berusia 13-24 tahun ini, 52% dari seluruh kasus AIDS pria yang tercatat pada tahun 1997 merupakan pria muda yang melakukan hubungan seksual dengan sesama pria. (CDC Fact Sheet: "Young People at Risk," Center for Disease Control & Prevention, National Center for HIV, STD and TB Prevention Division of HIV/AIDS Prevention, July 24, 19984

In November, 2003, the CDC stated that HIV infection rates had risen in 29 states. There are an estimated 40,000 new HIV infections yearly with 70% of these being among men. Of those men who are infected, 60% are infected through homosexual sex; 25% through IV drug abuse; and 15% through heterosexual sex3.

Pada bulan November 2003, CDC mengatakan bahwa trend infeksi HIV naik di 29 negara bagian. Diperkirakan setiap tahunnya terdapat 40.000 orang pengidap HIV baru, dan 70% diantaranya adalah  pria. Dari pria yang terjangkit ini, 60% diantaranya terinfeksi melalui hubungan homoseksual, 25% melalui narkoba, dan 15% melalui hubungan heteroseksual3.

In April, 2005, the CDC released results of a study of 5,600 gay and bisexual men on their sex habits and attitudes about being tested for HIV. Ten percent of those surveyed were HIV positive. The CDC discovered that among those who were HIV positive, 77% were unaware that they were infected and 50% had engaged in unprotected sex during the previous six months3.

Pada April 2005, CDC mengeluarkan hasil penelitian terhadap 5.600 pria gay dan biseksual mengenai kebiasaan seks dan sikap mereka sewaktu dilakukan tes HIV. 10% dari orang yang disurvey terjangkit HIV positif. CDC menemukan bahwa di antara mereka yang terjangkit HIV positif, 77% tidak mengetahui bawah mereka terinfeksi dan 50% terlibat dalam hubungan seks tanpa pengaman dalam waktu 6 bulan terakhir3.

Sementara menurut data WHO, di Asia jumlah penderita HIV meningkat lebih dari 150%.   Indonesia termasuk negara dengan pertumbuhan epidemik HIV tercepat. Menurut data KPA (Komisi Penanggulangan AIDS), di Indonesia sampai dengan 30 September 2007 jumlah kasus AIDS secara kumulatif yang dilaporkan mencapai : 10384 kasus. Pencapaian ini diperoleh berdasarkan laporan  dari  32 provinsi atau 186 kabupaten / kota . Cara penularan kasus AIDS kumulatif dilaporkan melalui: IDU (Injecting Drug User) 49,5%, Heteroseksual 42%, dan Homoseksual 4%6.

sumber : http://www.e-psikologi.com/artikel/klinis/resiko-yang-rentan-dihadapi-oleh-homoseksual